Kamis, 25 September 2008

Belanja Monza, yuk…


Sebelum beralih nama menjadi “monza”, pakaian impor bekas ini disebut dengan istilah “burjer”. Monza adalah singkatan dari “Mongonsidi Plaza”. Sedang burjer adalah “Buruk-buruk Jerman”. Bah!

Jika Anda punya waktu luang, pergilah ke Jalan Mongonsidi, Pasar Simpang Melati, Simalingkar, atau Helvetia Medan. Lalu, nikmatilah belanja monza di sana. Anda bisa bebas memilih; mulai dari pakaian, sepatu, tas dan macam-macam pernak-pernik busana lainnya.

Selain murah, konon kualitas monza tak perlu ditanya lagi. Tak heran jika pakaian sisa impor yang konon banyak didatangkan dari Jepang, Thailand dan Korea ini cukup digemari semua kalangan.

Ria, 31 tahun, misalnya. “Paling tidak 3 minggu sekali saya belanja monza,” ujar ibu yang bekerja di sebuah perusahaan farmasi Medan itu, sore saat berbelanja di Pasar Simpang Melati.

Serutin itukah? “Iya. Soalnya monza lebih murah. Kualitasnya pun bagus,” ujarnya sambil menenteng dua kantong besar monza belanjaannya.

Imel, 20 tahun: “Saya memang sering kemari. Monza lebih kuat. Modelnya juga bagus. Lebih murah lagi,” ujar mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi USU itu.

Doni, seorang karyawan di perusahaan swasta yang bergerak di bidang agrobisnis, juga mengakui kualitas monza. “Saya kalau beli sepatu olah raga selalu ke sini. Kualitasnya bagus. Saya pernah beli sepatu dari sini, sudah 2,5 tahun saya pakai tapi masih tetap bagus,” akunya.

Dekade 1980-an adalah masa keemasan monza. Saat itu masih sering didapat merk-merk busana berkelas, seperti “Arrow”, “Crochodille”, “Bosnia” dan “Louis Vitton.”

Konon, merk-merk ini sering dijual dengan harga murah. “Belakangan kami tahu dari pengusaha butik Medan kalau merk-merk itu harganya mahal. Seterusnya, kami sudah tahu kepada siapa barang itu harus kami jual. Paling tidak kepada orang yang berada atau pengusaha butik sendiri,” ujar SD Boru Tarigan, salah satu pedagang monza di Jalan Mongonsidi, yang sudah berjualan sejak 1984.

Harga tas bermerk“Louis Vitton” sendiri biasa dijual seharga 8 juta rupiah. “Orang yang tahu mode, pasti paham. Soalnya, itu tas buatan Italia yang lagi tenar saat itu,” ujar Boru Tarigan.

Tapi belakangan, merk-merk itu nyaris tak ada lagi. Apalagi ketika pemerintah mengeluarkan undang-undang pelarangan peredaran monza pada 2000. Konon, sejak itu monza tidak hanya didatangkan dari Jepang atau Korea, tapi juga dari Thailand.

“Sejak itu, banyak pedagang yang kecewa karena kualitasnya pun merosot,” ujar Boru Bukit yang sudah berjualan monza sejak 1985 di Jalan Mongonsidi, tapi sejak 2001 beralih menjual tas baru.

Sejak itu jugalah banyak pedangang monza Mongonsidi banyak yang tutup, meski sebagian masih bertahan seperti Boru Tarigan.

Namun, berakhirnya masa keemasan “Mongonsidi Plaza” ternyata bukan tanda berakhirnya monza. Dan nyatanya, monza masih tetap menjadi pilihan konsumen ketika kehidupan ekonomi masyarakat belum juga pulih.

“Monza sangat membantu dari segi ekonomi. Selain mengurangi jumlah pengangguran, masyarakat ekonomi lemah juga terbantu,” komentar Bary Sinaga, seorang pedangang di Pasar Simpang Melati.*



This entry was posted on 30 January 2008 at 10:29 am and is filed under LIFESTYLE. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

5 Responses to “Belanja Monza, yuk…”
Marudut R. Napitupulu Says:

13 February 2008 at 1:45 am
Jei, abang menginterview para pembeli itu sambil beli ‘burjer’ ga?
Kalau di Balige, biasanya kalau Jum’at udah ramai di pelabuhan nunggu bukka bal.
Jadi ingat waktu aku beberapa kali mengambil burjer dengan gratis hehehe… bissan dihutantai ate. Tapi kalau punya duit beli seh.. hehehehe

Horas Bang.

Bah…! Horas.
Kalau aku memang dari dulu penggemar monza. Sepatu yang kupake sekarang pun monza. Ngapain malu, ya kan. Kita harus akui, kualitas monza memang beda, gitu lho!

partalitoruan Says:

20 February 2008 at 2:50 am
Hidup Monza!! Au pe ido hupakke ito sahat tu sonari.Tikki kuliah pe. Mardomu, ukuran niba yang tidak biasa. Jadi, holan disi ma na adong ukuran na pas.

Sayangnya, monza sekarang rata-rata enggak sebagus dulu. Ya kan, ito?

pamun Says:

21 February 2008 at 7:14 am
hidup burjer jaya terus.parsidikkalang

partalitoruan Says:

21 February 2008 at 10:52 am
Betul itu ito, tapi cem mana pun masih itu pilihanku ito. Masalahnya, yang penting sabar manigati sada2, anggo i pe dapot ma na mantafff, alai tetap do nian dang semantap na uju i. Modal 50rb nunga boi bergaya 4 hali malam minggu, sodap na i ateh. Asing ateh ito, untabo hurasa mar coment mar bahasa batak, hurang sodap hurasa hata Indonesia on, asing.

satya sembiring Says:

23 February 2008 at 3:34 am
hahah monja itu emang kulitas baik, saya juga memakai sebagian baju moja tapi tetap pilih pilih baju baju bermerek . teman teman kira saya habiskan uang untuk beli semua barang bermerek itu. penampilan jadi ngetren tapi orang tidak pernah tahu itu moja karena di padu dengan barang barang monja lainya sehinga lebih elegan..dan mewah..
ehehehe bocor rahasia dehhh

Rabu, 24 September 2008

Skate Element


Jika Anda komunitas muda dan berjiwa muda yang lebih terbuka dan bebas, Skate Element bisa jadi tempat belanja yang tepat. Di sana, Anda akan menemukan bermacam produk yang menampilkan corak urban.

Melihat penampilan counter mini di level IV Sun Plaza ini, pasti bikin mata Anda terpikat. Dominasi warna hitam dan beragam produk yang dipajang, menghadirkan nuansa yang berbeda. "Kami menawarkan gaya street, hi pop dan band," ujar Angga, Sales Store Skate Element kepada Global, Selasa kemarin.

Apa yang dimaksud dengan street, hi pop dan band? Istilah ini sebenarnya lahir dari komunitas muda metropolitan terkini yang kembali pada kebebasan jalanan, suka damai dan identik dengan nuansa band.

Dan semua konsep itu tertuang dalam berbagai produk yang ditawarkan Skate Element. Jeans dengan desain setengah belel dan unik, salah satunya. T Shirt, sepatu, aksesoris hingga perlengkapan pierching juga tersedia. Semua produk diimpor dari Singapura, Malaysia dan Thailand. Bahkan dalam waktu dekat, mereka akan menjadi dealer khusus produk Atticus dan Macbeth, asal Amerika Serikat.

Selain itu, mereka juga menyediakan CD dari band-band punk, hardcor, alternatif dan Emo asal luar negeri yang tidak ada di toko manapun. "Jangan harap bisa menemukan barang yang sama dengan toko lain di sini," terangnya.

Skate Element mengincar konsumen dari kalangan menengah ke atas. Hal itu terlihat dari harga yang mereka tawarkan. Untuk T-shirt misalnya, harganya dipatok hingga 200-an ribu rupiah. Dan celana jeans harganya bisa mencapai 500 ribu rupiah. Ada juga beragam aksesoris yang harganya mencapai 80 ribuan rupiah. "Tapi sekarang lagi ada diskon 30 persen untuk jeans dan 30 persen untuk T shirt," jelas Angga.

Menjamurnya Distro di Medan

Pakaian, bukanlah soal sandang belaka. Fesyen yang dulu sekedar simbol tingkatan kelas dalam masyarakat saat ini sudah diamini akan kemampuannya ‘berbicara’ sebagai identitas individu pemakainya. Maka kini, alternatif untuk berbelanja pakaian semakin beragam.

Kita telah mengenal department store bahkan butik yang membanrol harga selangit untuk perpotong pakaiannya. Trend yang ‘berbunyi paling kencang’ di kalangan anak muda sekarang adalah distro. Yang menjadi jualannya adalah ‘identitas khusus’ bagi penyandang produknya.

Distro, singkatan dari distribution store, sudah mulai marak di Medan. Setelah Bandung dan Jakarta, Medan sebagai kota terbesar di luar Jawa, tak kalah menjadi peminat trend ini. Distro muncul dengan identitas dan ciri khas masing-masing. Memang, keunikan distro menjadi daya tarik tersendiri bagi anak muda mulai dari remaja hingga kalangan dewasa pengikut trend teranyar di Medan. Kini sudah ada puluhan distro berdiri di Medan.

Kekhasan distro adalah keterbatasan jumlah setiap koleksi pakaian yang mereka keluarkan. Bukan produksi massal, tampil beda dan tidak pasaran menjadi kekuatan daya jual produk distro yang jumlahnya terbatas. "Koleksi pakaian di distro punya identitas yang khas, dan lebih gaul. Koleksi distro yang terbatas membuat aku tampil beda dari teman-temanku," ungkap Nia, seorang pengunjung distro.

Sisca Yuli, yang ditemui saat tengah melihat-lihat di salah satu distro, mengungkapkan bahwa "Barang-barang di distro harganya terjangkau. Koleksi pakaian di distro tidak kalah kualitasnya dari baju bermerk. Kalau saya beli di toko-toko lain banyak yang jenis dan warnanya sama,".

Distro tertua di Medan adalah Kontjo Khabe. Berawal dari sekedar tempat berkumpul, kreativitas seni yang tertuang pun sepakat dijadikan komersil. Souvenir, stiker, spanduk dan berbagai barang lainnya dijadikan produk jualan. Melihat minat konsumen yang cukup potensial, mereka menambah ragam dagangannya dengan pakaian, aksesoris yang bernilai fesyen selain menerima pesanan seperti sablon dan stiker timbul.

Survei ke Bandung merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh Kontjo Khabe. Berkenalan dengan teman-teman yang berbisnis distro di Parijs van Java, menjadi pembuka kesempatan berbisnis serupa di Medan.

Tidak hanya sampai di situ saja, pionir-pionir yang mulanya lahir dari Kontjo Khabe, membuka distro Kontjo One Brother’s. Koleksi disana beragam, dipenuhi aksesoris keren yang kini dikelola oleh Rahmad dan Zufrizal di kawasan Halat.

Setelah Rahamad mengundurkan diri dari bisnis ini, kini Kontjo One Brother’s dijalankan oleh Zufrizal. "Kontjo artinya teman-teman, One, disini artinya bukan satu dalam bahasa Inggris, melainkan nama ibu saya, sedangkan Brother adalah persaudaraan" ujar laki-laki yang biasa disapa Ijup ini.

Faktor utama untuk menarik pembeli adalah desain distro itu sendiri. Jadilah mereka tidak hanya berlomba menghadirkan barang-barang yang diminati, tapi juga berlomba-lomba menata distro mereka agar menjadi tempat yang nyaman dan sesuai dengan selera pelanggan yang diharapkan.

Gaul Khabe misalnya, menghiasi dindingnya dengan pernak-pernik yang dapat menarik pengunjung. Menurut Jefri Rinaldi, pemilik Gaul Khabe, desain interior distronya terinspirasi dari distro Demochi dan Warning, di Bandung.

Elevate mendesain rapi ruang pajangnya dan mengutamakan keramahan kepada pelanggan. Selain itu, Elevate menyediakan kantin sebagai tempat bertemunya anak-anak muda untuk mengobrol atau sekedar nongkrong santai. "Jadi kan ada peluang bahwa mereka akan membeli pakaian maupun aksesoris di Elevate," tegas Surya, supervisor operasional Elevate.

Lain lagi Pumpin’, distro khusus penyuka gaya hiphop ini menata dindingnya dengan ornamen-ornamen yang khas untuk membidik pengunjung. Memasuki pumpin’, kita akan merasakan suasana hiphop yang kental. Dinding bagian distro ini dipenuhi dengan graffiti yang sesuai. Pumpin’ pun menjadi tempat nongkrong para hiphopers, breakers, maupun rapper-rapper kota Medan.

Tidak dapat dipungkiri, koleksi baju hingga aksesoris yang tersebar di berbagai distro sebagian besar memang didatangkan dari Bandung. Jefri, dari Gaul Khabe mengaku melawat ke Bandung setiap dua bulan untuk mengetahui tren yang tengah digandrungi. "Barang-barang di Bandung sangat diminati di Medan," tandasnya.

Harga yang ia tawarkan beragam dan sangat terjangkau. Seperti kaos hanya Rp. 40.000-an, jacket yang berkisar dari Rp. 95.000-105.000, dan harga sepatu kurang lebih mencapai 200.000.

Sedangkan di Kontjo One Brother’s harga yang ditawarkan juga sangat terjangkau. Sebut saja T-shirt yang harganya berkisar dari Rp. 25.000-Rp. 65.000. Kemeja dari Rp. 50.000-Rp.70.000,- dan masih banyak barang-barang yang murah namun bagus kualitasnya.

Pumpin’ mendatangkan barang-barangnya khusus dari luar negeri seperti Filipina, Korea, maupun Kuala Lumpur. Ronny, pemilik Pumpin’ yang dulunya juga seorang rapper, punya alasan tersendiri. "Koleksi untuk barang-barang hiphopper, skater, juga breaker sulit didapatkan di Indonesia," jelasnya. Bila ada koleksi yang didapat di Indonesia, menurut Ronny, bukanlah barang orisinil. "Padahal harga yang dijual dengan harga yang orisinil tidak jauh beda. Bahkan ada toko yang menjual dengan harga yang sama dengan orisinil," ujarnya lebih lanjut.

Sidewalk yang dulunya hanya menjual koleksi-koleksi skateboard untuk para skaters, kini merambah desain dan penjualan produk mereka sendiri sejak tahun 2002. Aam, pengunjung yang dulunya bergabung dalam komunitas skaters Medan yaitu Medan Skateboard Club (MSC) di Medan, menggemari koleksi-koleksi yang ada di Sidewalk. "Koleksi disini tidak hanya cocok buat para skater, tapi juga bisa buat gaul". Pokoknya kalau saya ingin membeli skateboard maupun produk fesyennya, saya lebih senang ke sini," ungkapnya.

Menjamurnya distro-distro di Medan dan cemerlangnya prospek ke depannya, meyakinkan Adidas untuk menunjuk Sidewalk sebagai dealer resminya pada tahun 2003. Ardiansyah Siregar yang akrabnya dipanggil Poeng, selaku Direktur Sidewalk menegaskan bahwa kini tidak hanya Adidas yang memilih distronya untuk menjual produk-produk sport mereka. "Nike, Umbro, A One juga ada di Sidewalk. Mereka menjual koleksi mereka agar dapat dikenal dan dibeli oleh pengunjung yang datang ke Sidewalk," tambahnya.

Bisnis distro bisa dijadikan bisnis yang menjanjikan. Lihat saja Pumpin’ yang meraih keuntungan hingga puluhan juta per bulannya. Keuntungan yang didapat kemudian diputar kembali untuk membeli barang di Filipina.

Gaul Khabe, kini mampu mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Sementara Poeng, dari Sidewalk mengatakan bahwa hasil penjualan yang ia dapatkan dari penjualan pakaian maupun aksesoris tiap bulannya cukup menggiurkan.

Menjamurnya distro di Kota Medan, adalah sebuah pertanda bahwa bisnis ini memang menggiurkan. Setidaknya, uang ratusan juta rupiah terus berputar dalam bisnis distro ini setiap tahunnya.

Dody, dari Kontjo khabe mengungkapkan bahwa kunci sukses berbisnis distro adalah bagaimana menarik hati pelanggan. "Semuanya itu tergantung bagaimana cara kita menarik hati pelanggan. Walau bagaimanapun, distro-distro yang ada di Medan punya pangsa pasar sendiri," tambahnya.

Persaingan distro-distro di Medan saat ini kian ramai. Apalagi sebagian besar barang-barang yang mereka jual diambil dari tempat yang sama, Bandung. Faktanya, remaja maupun dewasa saat ini ingin tampil beda dari orang kebanyakan, dan itu akan terus mempengaruhi selera dan gaya berpakaian mereka.

Pada akhirnya proses berdagang sejak dulu hingga sekarang sama saja. Para pebisnis distro tidak mengesampingkan prinsip tua yang masih terus berlaku. Pandai-pandailah menjaring pelanggan baru dan jagalah agar pelanggan setia tidak kabur ke tempat lain.

Menjamurnya Distro di Medan

Pakaian, bukanlah soal sandang belaka. Fesyen yang dulu sekedar simbol tingkatan kelas dalam masyarakat saat ini sudah diamini akan kemampuannya ‘berbicara’ sebagai identitas individu pemakainya. Maka kini, alternatif untuk berbelanja pakaian semakin beragam.

Kita telah mengenal department store bahkan butik yang membanrol harga selangit untuk perpotong pakaiannya. Trend yang ‘berbunyi paling kencang’ di kalangan anak muda sekarang adalah distro. Yang menjadi jualannya adalah ‘identitas khusus’ bagi penyandang produknya.

Distro, singkatan dari distribution store, sudah mulai marak di Medan. Setelah Bandung dan Jakarta, Medan sebagai kota terbesar di luar Jawa, tak kalah menjadi peminat trend ini. Distro muncul dengan identitas dan ciri khas masing-masing. Memang, keunikan distro menjadi daya tarik tersendiri bagi anak muda mulai dari remaja hingga kalangan dewasa pengikut trend teranyar di Medan. Kini sudah ada puluhan distro berdiri di Medan.

Kekhasan distro adalah keterbatasan jumlah setiap koleksi pakaian yang mereka keluarkan. Bukan produksi massal, tampil beda dan tidak pasaran menjadi kekuatan daya jual produk distro yang jumlahnya terbatas. "Koleksi pakaian di distro punya identitas yang khas, dan lebih gaul. Koleksi distro yang terbatas membuat aku tampil beda dari teman-temanku," ungkap Nia, seorang pengunjung distro.

Sisca Yuli, yang ditemui saat tengah melihat-lihat di salah satu distro, mengungkapkan bahwa "Barang-barang di distro harganya terjangkau. Koleksi pakaian di distro tidak kalah kualitasnya dari baju bermerk. Kalau saya beli di toko-toko lain banyak yang jenis dan warnanya sama,".

Distro tertua di Medan adalah Kontjo Khabe. Berawal dari sekedar tempat berkumpul, kreativitas seni yang tertuang pun sepakat dijadikan komersil. Souvenir, stiker, spanduk dan berbagai barang lainnya dijadikan produk jualan. Melihat minat konsumen yang cukup potensial, mereka menambah ragam dagangannya dengan pakaian, aksesoris yang bernilai fesyen selain menerima pesanan seperti sablon dan stiker timbul.

Survei ke Bandung merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh Kontjo Khabe. Berkenalan dengan teman-teman yang berbisnis distro di Parijs van Java, menjadi pembuka kesempatan berbisnis serupa di Medan.

Tidak hanya sampai di situ saja, pionir-pionir yang mulanya lahir dari Kontjo Khabe, membuka distro Kontjo One Brother’s. Koleksi disana beragam, dipenuhi aksesoris keren yang kini dikelola oleh Rahmad dan Zufrizal di kawasan Halat.

Setelah Rahamad mengundurkan diri dari bisnis ini, kini Kontjo One Brother’s dijalankan oleh Zufrizal. "Kontjo artinya teman-teman, One, disini artinya bukan satu dalam bahasa Inggris, melainkan nama ibu saya, sedangkan Brother adalah persaudaraan" ujar laki-laki yang biasa disapa Ijup ini.

Faktor utama untuk menarik pembeli adalah desain distro itu sendiri. Jadilah mereka tidak hanya berlomba menghadirkan barang-barang yang diminati, tapi juga berlomba-lomba menata distro mereka agar menjadi tempat yang nyaman dan sesuai dengan selera pelanggan yang diharapkan.

Gaul Khabe misalnya, menghiasi dindingnya dengan pernak-pernik yang dapat menarik pengunjung. Menurut Jefri Rinaldi, pemilik Gaul Khabe, desain interior distronya terinspirasi dari distro Demochi dan Warning, di Bandung.

Elevate mendesain rapi ruang pajangnya dan mengutamakan keramahan kepada pelanggan. Selain itu, Elevate menyediakan kantin sebagai tempat bertemunya anak-anak muda untuk mengobrol atau sekedar nongkrong santai. "Jadi kan ada peluang bahwa mereka akan membeli pakaian maupun aksesoris di Elevate," tegas Surya, supervisor operasional Elevate.

Lain lagi Pumpin’, distro khusus penyuka gaya hiphop ini menata dindingnya dengan ornamen-ornamen yang khas untuk membidik pengunjung. Memasuki pumpin’, kita akan merasakan suasana hiphop yang kental. Dinding bagian distro ini dipenuhi dengan graffiti yang sesuai. Pumpin’ pun menjadi tempat nongkrong para hiphopers, breakers, maupun rapper-rapper kota Medan.

Tidak dapat dipungkiri, koleksi baju hingga aksesoris yang tersebar di berbagai distro sebagian besar memang didatangkan dari Bandung. Jefri, dari Gaul Khabe mengaku melawat ke Bandung setiap dua bulan untuk mengetahui tren yang tengah digandrungi. "Barang-barang di Bandung sangat diminati di Medan," tandasnya.

Harga yang ia tawarkan beragam dan sangat terjangkau. Seperti kaos hanya Rp. 40.000-an, jacket yang berkisar dari Rp. 95.000-105.000, dan harga sepatu kurang lebih mencapai 200.000.

Sedangkan di Kontjo One Brother’s harga yang ditawarkan juga sangat terjangkau. Sebut saja T-shirt yang harganya berkisar dari Rp. 25.000-Rp. 65.000. Kemeja dari Rp. 50.000-Rp.70.000,- dan masih banyak barang-barang yang murah namun bagus kualitasnya.

Pumpin’ mendatangkan barang-barangnya khusus dari luar negeri seperti Filipina, Korea, maupun Kuala Lumpur. Ronny, pemilik Pumpin’ yang dulunya juga seorang rapper, punya alasan tersendiri. "Koleksi untuk barang-barang hiphopper, skater, juga breaker sulit didapatkan di Indonesia," jelasnya. Bila ada koleksi yang didapat di Indonesia, menurut Ronny, bukanlah barang orisinil. "Padahal harga yang dijual dengan harga yang orisinil tidak jauh beda. Bahkan ada toko yang menjual dengan harga yang sama dengan orisinil," ujarnya lebih lanjut.

Sidewalk yang dulunya hanya menjual koleksi-koleksi skateboard untuk para skaters, kini merambah desain dan penjualan produk mereka sendiri sejak tahun 2002. Aam, pengunjung yang dulunya bergabung dalam komunitas skaters Medan yaitu Medan Skateboard Club (MSC) di Medan, menggemari koleksi-koleksi yang ada di Sidewalk. "Koleksi disini tidak hanya cocok buat para skater, tapi juga bisa buat gaul". Pokoknya kalau saya ingin membeli skateboard maupun produk fesyennya, saya lebih senang ke sini," ungkapnya.

Menjamurnya distro-distro di Medan dan cemerlangnya prospek ke depannya, meyakinkan Adidas untuk menunjuk Sidewalk sebagai dealer resminya pada tahun 2003. Ardiansyah Siregar yang akrabnya dipanggil Poeng, selaku Direktur Sidewalk menegaskan bahwa kini tidak hanya Adidas yang memilih distronya untuk menjual produk-produk sport mereka. "Nike, Umbro, A One juga ada di Sidewalk. Mereka menjual koleksi mereka agar dapat dikenal dan dibeli oleh pengunjung yang datang ke Sidewalk," tambahnya.

Bisnis distro bisa dijadikan bisnis yang menjanjikan. Lihat saja Pumpin’ yang meraih keuntungan hingga puluhan juta per bulannya. Keuntungan yang didapat kemudian diputar kembali untuk membeli barang di Filipina.

Gaul Khabe, kini mampu mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Sementara Poeng, dari Sidewalk mengatakan bahwa hasil penjualan yang ia dapatkan dari penjualan pakaian maupun aksesoris tiap bulannya cukup menggiurkan.

Menjamurnya distro di Kota Medan, adalah sebuah pertanda bahwa bisnis ini memang menggiurkan. Setidaknya, uang ratusan juta rupiah terus berputar dalam bisnis distro ini setiap tahunnya.

Dody, dari Kontjo khabe mengungkapkan bahwa kunci sukses berbisnis distro adalah bagaimana menarik hati pelanggan. "Semuanya itu tergantung bagaimana cara kita menarik hati pelanggan. Walau bagaimanapun, distro-distro yang ada di Medan punya pangsa pasar sendiri," tambahnya.

Persaingan distro-distro di Medan saat ini kian ramai. Apalagi sebagian besar barang-barang yang mereka jual diambil dari tempat yang sama, Bandung. Faktanya, remaja maupun dewasa saat ini ingin tampil beda dari orang kebanyakan, dan itu akan terus mempengaruhi selera dan gaya berpakaian mereka.

Pada akhirnya proses berdagang sejak dulu hingga sekarang sama saja. Para pebisnis distro tidak mengesampingkan prinsip tua yang masih terus berlaku. Pandai-pandailah menjaring pelanggan baru dan jagalah agar pelanggan setia tidak kabur ke tempat lain.

Travis Kritis


Beberapa jam setelah tampil di hadapan ribuan mahasiswa South Carolina, mantan penabuh drum Blink-182, Travis Barker, dan selebriti DJ AM menderita cidera serius dalam kecelakaaan pesawat Learjet yang menewaskan empat orang. Pesawat yang mengangkut enam orang itu hendak bertolak pada Jumat (19/9) tengah malam waktu South Carolina. Petugas pengawas bandara mengaku melihat terdapat percikan api dari pesawat tersebut.
Pesawat yang hendak bertolak menuju Van Nuys, California, itu mendarat di ujung landasan dan menghantam beberapa antena dan sebuah pagar sebelum terbakar dalam gulungan bola api. Global Exec Aviation, perusahaan carter pesawat yang berbasis di California itu, dan pihak penyidik Badan Keamanan Nasional bekerja sama untuk mencari tahu penyebab kecelakaan.

Barker dan DJ AM, yang memiliki nama asli Adam Goldstein, kritis meskipun dikabarkan kondisinya stabil di pusat penangangan luka bakar rumah sakit Augusta, Georgia, sekitar 121 kilometer barat daya Columbia. Sementara itu, empat orang lainnya termasuk pilot Sarah Lemmon (31) dan kopilot James Bland (52) tewas dalam kecelakaan pesawat tersebut.

Travis Barker


Travis London Barker (lahir 14 November 1975) adalah pemain drum asal Amerika Serikat. Namanya terkenal setelah menjadi pemain drum untuk grup Pop-Punk Blink 182, tapi sekarang dia bermain untuk +44. Barker juga bermain untuk beberapa grup musik seperti Box Car Racer, The Transplants, Expensive Taste, The Suicide Machines, dan The Aquabats.

Travis London Barker lahir di Fontana, California pada tanggal 14 November 1975. Pada umur 4 tahun Travis mendapatkan set drum pertama dari ibunya, Awalnya ia lebih cenderung ke musik jazz, di sekolahnya ia sering mengikuti marching band. Sesudah mempunyai banyak pengalaman, ia sering mengikuti perlombaan di daerah dan festival musik.

Travis juga menyukai musik latin dan banyak terpengaruh oleh Run-D.M.C, King Diamond, dan The Clash.


[sunting] Blink 182 (1998)
Pada tahun 1998 Travis mengikuti Baron Von Tito bersama The Aquabats. Sehabis Tur bersama Blink 182 itu drumernya Scott Raynor keluar dari band karena kedapatan mendapat penyakit. Travis pun masuk menggantikan Scott di Blink 182 hingga bubar pada Februari 2005.


[sunting] Box Car Racer, Transplants, Expensive Taste 2002-2004
Pada 2002, Travis bersama rekannya di Blink 182 yaitu Tom Delonge ia pun membentuk Box Car Racer dan hanya mengeluarkan 1 album yaitu

Box Car Racer (2002)
Setelah itu bersama vokalis Rancid (Tim Armstrong ia membentuk band hip-hop The Transplants yang mengeluarkan 2 album:

Transplants (2002)
Haunted Cities (2005)
Travis juga menjadi drummer pada Expensive Taste.


[sunting] Gaya
Di seluruh badan Travis dipenuhi tato. Pertama kali Travis membuat tato ketika berusia umur 17 tahun. Tato tersebut bertuliskan "BONES" yang tak lain adalah namanya waktu kecil.


[sunting] Keluarga
Travis sudah menikah dua kali. Travis menikah dengan Melissa Kenedy pada 22 September 2001 tapi pasangan ini hanya bertahan selama 11 bulan. Pasangan ini bercerai pada tanggal 6 Agustus 2002. Pada tanggal 30 Oktober 2004 Travis menikah kembali dengan Miss USA 1996 Shanna Moakler. Travis dan Moakler mempunyai 2 orang anak yaitu Landon Asher dan Alabama Luella, serta 1 Moakler Atiana Cecilia de la Hoya anak dari pacar istrinya dengan petinju Oscar De La Hoya. Setelah hampir 2 tahun bersama Travis pun menuntut minta cerai

Hubungan cinta drumer band 'Netral' Eno dan VJ Cathy telah bubar


BERITA - selebritis.infogue.com - Jakarta, Hubungan cinta drumer band 'Netral' Eno dan VJ Cathy telah bubar. Kini Eno pun merasa lebih bebas dengan status barunya sebagai jomblo.

Saat ditemui di konser 'Sum 41' di Tennis Indoor Senayan, Sabtu, (3/5/2008) malam, Eno pun mengungkapkan perasaannya. Menurutnya saat ini ia sangat menikmati status single-nya.

Enak aja, lebih konsen, lebih bebas aja mau ngapain juga, ujarnya.

Hingga saat ini menurutnya belum ada perempuan yang bisa mengisi hatinya. Bukan karena masa lalunya, tapi memang belum ada calon yang cocok untuk mendampinginya.

Menurut cowok yang membuka distro di kawasan Tebet itu, kesendiriannya sama sekali tak mampu mempengaruhi kariernya. Ia merasa antara karir dan hubungan pribadinya sama sekali tidak berhubungan.

Kalau main, manggung, ya profesional, gue nggak butuh cewek buat ngerusak karir gue, ujarnya tegas.

Ditanya mengenai banyak fans perempuan yang ingin menjadi pendampingnya, Eno mengaku tak tahu menahu. Ia bahkan terkesan sedikit tidak percaya.

Masa sih? Tapi belum ada yang nyatain tuh, ujar Eno sambil tertawa.