Pakaian, bukanlah soal sandang belaka. Fesyen yang dulu sekedar simbol tingkatan kelas dalam masyarakat saat ini sudah diamini akan kemampuannya ‘berbicara’ sebagai identitas individu pemakainya. Maka kini, alternatif untuk berbelanja pakaian semakin beragam.
Kita telah mengenal department store bahkan butik yang membanrol harga selangit untuk perpotong pakaiannya. Trend yang ‘berbunyi paling kencang’ di kalangan anak muda sekarang adalah distro. Yang menjadi jualannya adalah ‘identitas khusus’ bagi penyandang produknya.
Distro, singkatan dari distribution store, sudah mulai marak di Medan. Setelah Bandung dan Jakarta, Medan sebagai kota terbesar di luar Jawa, tak kalah menjadi peminat trend ini. Distro muncul dengan identitas dan ciri khas masing-masing. Memang, keunikan distro menjadi daya tarik tersendiri bagi anak muda mulai dari remaja hingga kalangan dewasa pengikut trend teranyar di Medan. Kini sudah ada puluhan distro berdiri di Medan.
Kekhasan distro adalah keterbatasan jumlah setiap koleksi pakaian yang mereka keluarkan. Bukan produksi massal, tampil beda dan tidak pasaran menjadi kekuatan daya jual produk distro yang jumlahnya terbatas. "Koleksi pakaian di distro punya identitas yang khas, dan lebih gaul. Koleksi distro yang terbatas membuat aku tampil beda dari teman-temanku," ungkap Nia, seorang pengunjung distro.
Sisca Yuli, yang ditemui saat tengah melihat-lihat di salah satu distro, mengungkapkan bahwa "Barang-barang di distro harganya terjangkau. Koleksi pakaian di distro tidak kalah kualitasnya dari baju bermerk. Kalau saya beli di toko-toko lain banyak yang jenis dan warnanya sama,".
Distro tertua di Medan adalah Kontjo Khabe. Berawal dari sekedar tempat berkumpul, kreativitas seni yang tertuang pun sepakat dijadikan komersil. Souvenir, stiker, spanduk dan berbagai barang lainnya dijadikan produk jualan. Melihat minat konsumen yang cukup potensial, mereka menambah ragam dagangannya dengan pakaian, aksesoris yang bernilai fesyen selain menerima pesanan seperti sablon dan stiker timbul.
Survei ke Bandung merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh Kontjo Khabe. Berkenalan dengan teman-teman yang berbisnis distro di Parijs van Java, menjadi pembuka kesempatan berbisnis serupa di Medan.
Tidak hanya sampai di situ saja, pionir-pionir yang mulanya lahir dari Kontjo Khabe, membuka distro Kontjo One Brother’s. Koleksi disana beragam, dipenuhi aksesoris keren yang kini dikelola oleh Rahmad dan Zufrizal di kawasan Halat.
Setelah Rahamad mengundurkan diri dari bisnis ini, kini Kontjo One Brother’s dijalankan oleh Zufrizal. "Kontjo artinya teman-teman, One, disini artinya bukan satu dalam bahasa Inggris, melainkan nama ibu saya, sedangkan Brother adalah persaudaraan" ujar laki-laki yang biasa disapa Ijup ini.
Faktor utama untuk menarik pembeli adalah desain distro itu sendiri. Jadilah mereka tidak hanya berlomba menghadirkan barang-barang yang diminati, tapi juga berlomba-lomba menata distro mereka agar menjadi tempat yang nyaman dan sesuai dengan selera pelanggan yang diharapkan.
Gaul Khabe misalnya, menghiasi dindingnya dengan pernak-pernik yang dapat menarik pengunjung. Menurut Jefri Rinaldi, pemilik Gaul Khabe, desain interior distronya terinspirasi dari distro Demochi dan Warning, di Bandung.
Elevate mendesain rapi ruang pajangnya dan mengutamakan keramahan kepada pelanggan. Selain itu, Elevate menyediakan kantin sebagai tempat bertemunya anak-anak muda untuk mengobrol atau sekedar nongkrong santai. "Jadi kan ada peluang bahwa mereka akan membeli pakaian maupun aksesoris di Elevate," tegas Surya, supervisor operasional Elevate.
Lain lagi Pumpin’, distro khusus penyuka gaya hiphop ini menata dindingnya dengan ornamen-ornamen yang khas untuk membidik pengunjung. Memasuki pumpin’, kita akan merasakan suasana hiphop yang kental. Dinding bagian distro ini dipenuhi dengan graffiti yang sesuai. Pumpin’ pun menjadi tempat nongkrong para hiphopers, breakers, maupun rapper-rapper kota Medan.
Tidak dapat dipungkiri, koleksi baju hingga aksesoris yang tersebar di berbagai distro sebagian besar memang didatangkan dari Bandung. Jefri, dari Gaul Khabe mengaku melawat ke Bandung setiap dua bulan untuk mengetahui tren yang tengah digandrungi. "Barang-barang di Bandung sangat diminati di Medan," tandasnya.
Harga yang ia tawarkan beragam dan sangat terjangkau. Seperti kaos hanya Rp. 40.000-an, jacket yang berkisar dari Rp. 95.000-105.000, dan harga sepatu kurang lebih mencapai 200.000.
Sedangkan di Kontjo One Brother’s harga yang ditawarkan juga sangat terjangkau. Sebut saja T-shirt yang harganya berkisar dari Rp. 25.000-Rp. 65.000. Kemeja dari Rp. 50.000-Rp.70.000,- dan masih banyak barang-barang yang murah namun bagus kualitasnya.
Pumpin’ mendatangkan barang-barangnya khusus dari luar negeri seperti Filipina, Korea, maupun Kuala Lumpur. Ronny, pemilik Pumpin’ yang dulunya juga seorang rapper, punya alasan tersendiri. "Koleksi untuk barang-barang hiphopper, skater, juga breaker sulit didapatkan di Indonesia," jelasnya. Bila ada koleksi yang didapat di Indonesia, menurut Ronny, bukanlah barang orisinil. "Padahal harga yang dijual dengan harga yang orisinil tidak jauh beda. Bahkan ada toko yang menjual dengan harga yang sama dengan orisinil," ujarnya lebih lanjut.
Sidewalk yang dulunya hanya menjual koleksi-koleksi skateboard untuk para skaters, kini merambah desain dan penjualan produk mereka sendiri sejak tahun 2002. Aam, pengunjung yang dulunya bergabung dalam komunitas skaters Medan yaitu Medan Skateboard Club (MSC) di Medan, menggemari koleksi-koleksi yang ada di Sidewalk. "Koleksi disini tidak hanya cocok buat para skater, tapi juga bisa buat gaul". Pokoknya kalau saya ingin membeli skateboard maupun produk fesyennya, saya lebih senang ke sini," ungkapnya.
Menjamurnya distro-distro di Medan dan cemerlangnya prospek ke depannya, meyakinkan Adidas untuk menunjuk Sidewalk sebagai dealer resminya pada tahun 2003. Ardiansyah Siregar yang akrabnya dipanggil Poeng, selaku Direktur Sidewalk menegaskan bahwa kini tidak hanya Adidas yang memilih distronya untuk menjual produk-produk sport mereka. "Nike, Umbro, A One juga ada di Sidewalk. Mereka menjual koleksi mereka agar dapat dikenal dan dibeli oleh pengunjung yang datang ke Sidewalk," tambahnya.
Bisnis distro bisa dijadikan bisnis yang menjanjikan. Lihat saja Pumpin’ yang meraih keuntungan hingga puluhan juta per bulannya. Keuntungan yang didapat kemudian diputar kembali untuk membeli barang di Filipina.
Gaul Khabe, kini mampu mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Sementara Poeng, dari Sidewalk mengatakan bahwa hasil penjualan yang ia dapatkan dari penjualan pakaian maupun aksesoris tiap bulannya cukup menggiurkan.
Menjamurnya distro di Kota Medan, adalah sebuah pertanda bahwa bisnis ini memang menggiurkan. Setidaknya, uang ratusan juta rupiah terus berputar dalam bisnis distro ini setiap tahunnya.
Dody, dari Kontjo khabe mengungkapkan bahwa kunci sukses berbisnis distro adalah bagaimana menarik hati pelanggan. "Semuanya itu tergantung bagaimana cara kita menarik hati pelanggan. Walau bagaimanapun, distro-distro yang ada di Medan punya pangsa pasar sendiri," tambahnya.
Persaingan distro-distro di Medan saat ini kian ramai. Apalagi sebagian besar barang-barang yang mereka jual diambil dari tempat yang sama, Bandung. Faktanya, remaja maupun dewasa saat ini ingin tampil beda dari orang kebanyakan, dan itu akan terus mempengaruhi selera dan gaya berpakaian mereka.
Pada akhirnya proses berdagang sejak dulu hingga sekarang sama saja. Para pebisnis distro tidak mengesampingkan prinsip tua yang masih terus berlaku. Pandai-pandailah menjaring pelanggan baru dan jagalah agar pelanggan setia tidak kabur ke tempat lain.
Rabu, 24 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar